Tegalrejo, Pilot Project Penanganan Sampah Mandiri
Yogyakarta,Tegalrejo - Kecamatan Tegalrejo siap menjadi pilot project pengolahan sampah tanpa pilah. Hal ini dilakukan sebagai salah satu upaya mengurangi volume sampah yang dibuang ke TPA Piyungan di Kabupaten Bantul, DIY.
Hal ini terungkap saat dilakukan jumpa pers terkait penanganan sampah kota Yogyarta di Dinas Komunikasi Informasi dan Persandian Kota Yogyakarta, Jum’at (29/3/2019).
Hadir pada jumpa pers tersebut adalah Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Suyana yang didampingi oleh Camat Tegalrejo, Ryanto Tri Noegroho.
Menurut Suyana, di Tegalrejo kelak akan mulai melakukan penanganan sampah tanpa pilah secara mandiri menggunakan semacam alat tertentu.
“ Tidak berarti nanti semua sampah boleh dimasukan ke alat tersebut, tetapi sampah yang telah merupakan residu dari Bank Sampah sehingga tidak mematikan Bank Sampah yang ada di Kecamatan Tegalrejo”, ujar Suyana. Diharapkan dengan pengelolaan sampah mandiri yang dilakukan di Kecamatan Tegalrejo maka tidak ada lagi sampah dari Tegalrejo yang dibuang ke TPA Piyungan.
Sementara itu, Camat Ryanto menjelaskan bahwa sejak dirinya menjabat sebagai camat sekitar 10 bulan yang lalu, persoalan sampah dirasa yang paling mengganggunya. Selain karena lokasi kantor kecamatan yang memang bersebelahan dengan Tempat Pembuangan Sampah (TPS), dirinya saat melakukan monitoring ke daerah tepian sungai juga menemukan banyak sekali sampah yang dibuang di tepian sungai.
“ Bersama dengan Lurah dan ketua LMPK se Kecamatan Tegalrejo, kami kemudian mengadakan pembicaraan bagaimana mencari solusi yang paling tepat terhadap persoalan sampah. Akhirnya, kami sepakat untuk melakukan semacam studi kasus di beberapa daerah”, beber Ryanto.
Dirinya bersama keempat ketua LPMK di Kecamatan Tegalrejo memulai perjalanan ke beberapa daerah di Pulau Jawa yang telah dianggap berhasil mengolah sampah dan menjadikannya sesuatu yang bermanfaat besar.
"Kami tidak pakai anggaran perjalanan dinas. Ini pakai dana pribadi," tegasnya.
Teknologi Ramah Lingkungan
Perjalanan dimulai dari Semarang lalu dilanjutkan ke daerah Tangerang, Cirebon, Mojokerto, Malang hingga terakhir Surabaya.
Akhirnya, ditemukan lah semacam alat pengolahan sampah tanpa pilah berbentuk seperti cerobong. Sampah yang dimasukkan akan dibakar hingga mencapai suhu tertentu dan menjadi residu yang nantinya digunakan sebagai bahan utama pembuatan batako dan batu bata ringan.
Teknologi pada alat tersebut dirasa cukup ramah lingkungan karena meski masih menimbulkan asap, namun asap tersebut sudah tidak berbahaya bagi lingkungan dan masyarakat.
"Prinsipnya, sampah dimasukkan ke dalam alat, dibakar dengan suhu 500-600 derajat celcius, dan di sisi atas ada drum air untuk menyemprot supaya uap dan gas metan dan hal yang kurang sehat lainnya bisa hilang sehingga asap yang keluar bersih," terangnya.
Peralatan yang akan ditempatkan di Tegalrejo tersebut memiliki spesifikasi mampu mengolah sampah sebanyak empat hingga delapan ton dalam waktu empat hingga enam jam saja.
“Tentunya kami akan mengatur jadwal penyetoran sampah ke alat ini, yakni hanya pukul 05.00-08.00, di luar itu tidak boleh," ungkapnya.
Pihaknya mengaku telah memesan dua alat tersebut dimana harga per alatnya kisaran 170-200 juta yang masing-masing didatangkan dari Cirebon dan Mojokerto dan pembiayaannya menggunakan anggaran dana kelurahan yang rencananya cair pada bulan Mei yang akan datang.
"Ada perbedaan alat yang didatangkan dari Cirebon dan Mojokerto. Kalau yang dari Cirebon menggunakan gas untuk menyulut proses pembakaran. Sementara yang dari Mojokerto hanya butuh korek yang diletakkan di sampah, terbakar, dan ditutup alatnya," terangnya.
Ia pun menjelaskan, bahwa sampah organik maupun nonorganik semuanya bisa masuk alat tersebut tanpa diolah. Mulai dari nasi sisa makanan hingga popok sekali pakai akan bisa menjadi abu untuk komponen bata ringan dan batako.
"Di sana hasil pembakaran jadi abu lalu digunakan jadi pupuk di sawah, tidak ada persoalan. Sebagian diolah untuk membuat batako dan bata ringan dan ini akan dilakukan oleh Kecamatan Tegalrejo. Bila dianggap berhasil, maka dapat diduplikasikan ke wilayah lainnya,” ujar Ryanto. (Kurniawan Sapta)